Harga Tomat Rp 1.000/Kg, Petani di Situbondo Merugi

19 - Aug - 2025, 03:10

Tumpukan tomat hasil panen petani Situbondo tak laku dijual ke tengkulak, Selasa (19/08/2025). (Foto: Wisnu Bangun Saputro/ JATIMTIMES)

JATIMTIMES - Panen serentak yang menghasilkan stok melimpah membuat harga tomat di Situbondo anjlok drastis. Harga tomat kini menyentuh titik terendah, yakni hanya Rp 1.000 per kilogram. Kondisi ini membuat para tengkulak enggan membeli, sehingga hasil panen petani menumpuk tak terjual.

Hadi, salah satu petani di Desa Seletreng, Kecamatan Kapongan, mengaku situasi ini sudah berlangsung selama dua pekan terakhir. Dari lahan seluas 20 are yang ia garap, hasil panennya cukup melimpah. Namun, berkelimpahan itu justru berubah menjadi kerugian karena harga jual yang sangat rendah.

Baca Juga : Nasib Petani Tebu Situbondo Menggantung, APTR Minta DPRD Carikan Investor Gula

“Kalau harganya begini, bukannya untung, kami malah merugi. Modal untuk pupuk, tenaga kerja, dan waktu tidak kembali. Setiap tahun musim seperti ini memang terjadi, tapi tahun ini yang paling parah, sampai Rp 1.000/kg,” ujarnya, Selasa (19/8/2025).

Menurut Hadi, anjloknya harga membuat sebagian hasil panen tidak laku terjual. Para tengkulak menyebut stok masih berlimpah akibat musim panen serentak. “Haduh, tomat sudah tidak laku. Hari ini hanya Rp 1.000 per kilogram dan banyak petani sudah panen tapi belum ada yang membeli,” keluhnya.

Kondisi ini memaksa banyak petani memilih tidak memanen tomatnya karena biaya panen lebih besar daripada hasil penjualan. Tak sedikit yang membiarkan tomat membusuk di lahan. 

“Yang saya panen kemarin saja belum laku terjual. Punya saya baru dipetik sebagian, sisanya masih banyak di ladang,” tambah Hadi.

Ia menduga, harga tomat anjlok karena penanaman serentak yang membuat pasokan melimpah. Ditambah lagi, pasokan dari daerah tetangga bahkan dari luar daerah ikut masuk ke pasar Situbondo. 

“Biasanya setelah harga tinggi, pasti turun drastis. Mungkin karena panen serentak, jadi stok kebanyakan,” katanya.

Zainul, petani lain di Desa Seletreng juga merasakan dampak yang sama. Ia mengaku terpaksa membiarkan tomatnya tidak dipanen karena tidak ada pembeli. “Punya saya di ladang bisa sampai satu ton, tapi belum ada yang mau membeli. Kata tengkulak, stok mereka sudah penuh, jadi belum ambil,” ungkapnya.

Baca Juga : 4 Amalan Rabu Wekasan 2025 yang Patut Diamalkan oleh Umat Islam Lengkap dengan Tata Caranya

Dia menambahkan, hampir semua petani di desanya menghadapi masalah serupa. Harga yang hanya Rp 1.000 per kilogram membuat mereka bingung harus berbuat apa. 

“Entahlah bagaimana. Mau dipanen tidak ada yang beli, kalau tidak dipanen ya rugi, karena modal sudah banyak keluar,” jelasnya.

Kondisi ini membuat petani resah. Mereka berharap pemerintah maupun pihak terkait bisa mencari solusi agar harga tomat kembali stabil. “Semoga saja ada perubahan. Jangan sampai terus begini, karena petani bisa habis-habisan,” harap Inul.

Sampai saat ini, belum ada langkah nyata untuk menstabilkan harga. Jika kondisi terus berlanjut, para petani khawatir akan mengalami kerugian lebih besar, bahkan terancam berhenti menanam tomat pada musim berikutnya.