Mengungkap Sosok Pemilik Trans7: Dari Kontroversi Tayangan hingga Jejak Bisnis Chairul Tanjung

Reporter

Mutmainah J

Editor

A Yahya

14 - Oct - 2025, 07:05

Logo Trans7. (Foto: Wikipedia)

JATIMTIMES - Nama Trans7 tengah menjadi sorotan publik setelah tayangan program “Xpose Uncensored” menuai kecaman. Tayangan tersebut dinilai menyinggung kalangan ulama, khususnya Kiai Anwar Manshur, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Akibatnya, tagar #BoikotTrans7 pun ramai bergema di media sosial.

Dalam tayangan itu, narator menyebut “kiai yang kaya raya malah diberi amplop oleh santri, bahkan santri sampai ngesot untuk mencium tangan.” Tak hanya itu, narasi juga menyinggung bahwa santri dijadikan pekerja rumah tangga dan keluarga kiai disebut menikmati uang umat. Tayangan tersebut memicu reaksi keras karena dianggap melecehkan simbol keagamaan dan tidak mendidik.

Baca Juga : RSI Unisma Buktikan Kiprah Sosialnya, Partisipasi dalam Khitanan Massal dan Pengobatan Gratis di Randuagung 

Di tengah ramai kritik publik, banyak warganet kemudian menelusuri siapa sebenarnya pemilik Trans7 yang kini jadi perbincangan nasional.

Sosok di Balik Kepemilikan Trans7

Stasiun televisi Trans7 berada di bawah kendali CT Corp, perusahaan raksasa milik Chairul Tanjung — pengusaha sukses yang dikenal luas sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia.

CT Corp membawahi berbagai lini bisnis besar mulai dari sektor finansial, ritel, gaya hidup, properti, hingga media dan hiburan. Di dunia penyiaran, Chairul Tanjung juga menaungi Trans TV, Trans7, dan sejumlah bisnis lain seperti Bank Mega, Transmart, serta Trans Studio di berbagai kota besar.

Profil Singkat Chairul Tanjung

Chairul Tanjung lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya, Abdul Ghafar, merupakan seorang wartawan di masa Orde Lama, sedangkan ibunya bernama Halimah.

Sejak muda, Chairul dikenal tekun dan pantang menyerah. Ia menempuh pendidikan di SD Van Lith, SMP Van Lith, lalu melanjutkan ke SMA Negeri 1 Jakarta. Setelah lulus, ia kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1981–1987.

Semasa kuliah, Chairul dikenal sebagai mahasiswa aktif dan berprestasi. Ia pernah dinobatkan sebagai Mahasiswa Teladan Tingkat Nasional pada tahun 1984 dan 1985. Di sela kesibukan kuliah, ia juga berjualan buku kuliah, jasa fotokopi, hingga kaus untuk menambah penghasilan.

Setelah lulus, Chairul melanjutkan studi magister di Institut Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (IPPM) tahun 1993. Ia sempat membuka usaha toko peralatan kedokteran dan laboratorium di kawasan Senen, Jakarta, namun usahanya sempat gagal.

Meski demikian, kegagalan tersebut tidak menghentikannya. Bersama tiga rekan, Chairul mendirikan PT Pariarti Shindutama pada tahun 1987 yang bergerak di bidang ekspor sepatu anak-anak. Perusahaan ini sempat sukses dengan pesanan besar ke Italia sebanyak 160 ribu pasang sepatu.

Namun karena perbedaan visi dengan rekan-rekannya, Chairul memilih keluar dan membangun usaha sendiri. Di tahun yang sama, ia mendirikan Para Group, yang kemudian berkembang menjadi CT Corp — kerajaan bisnis multinasional yang kini menaungi berbagai sektor.

Pada 1996, ia membeli Bank Karman dan menggantinya menjadi Bank Mega. Bisnisnya terus meluas ke bidang properti dan hiburan, termasuk pembangunan Bandung Supermall (kini Trans Studio Mall Bandung).

Ketekunan dan kerja kerasnya menjadikan Chairul Tanjung sosok inspiratif di dunia bisnis dan masuk jajaran orang terkaya Indonesia versi Forbes.

Baca Juga : Otoritas Saudi Umumkan Jadwal Resmi Penerbangan Haji 2026, Catat Tanggal dan Ketentuannya

Sejarah Berdirinya Trans7

Trans7 pertama kali berdiri dengan nama Duta Visual Nusantara Televisi (DVN TV), setelah memperoleh izin siaran pada 25 Oktober 1999. Pendiri awalnya adalah H. Sukoyo, seorang pengusaha tambak udang asal Jawa Timur, bersama tiga pihak lain.

Namun tak lama kemudian, Sukoyo menjual sebagian besar sahamnya (80%) kepada Kelompok Kompas Gramedia. Di bawah naungan Kompas Gramedia, DVN TV berganti nama menjadi TV7 pada 28 Desember 2001.

TV7 kala itu menayangkan program dengan komposisi 70% hiburan dan 30% berita. Program-programnya cukup populer dan mampu meningkatkan pendapatan iklan secara signifikan — dari Rp800 miliar pada 2005 menjadi Rp1,8 triliun pada 2006.

Meski demikian, Kompas Gramedia kemudian menjual sahamnya karena menganggap TV7 kurang menguntungkan.

Bergabung dengan Trans Corp dan Menjadi Trans7

Pada tahun 2006, TV7 resmi dibeli oleh Para Group (kini CT Corp) melalui PT Para Inti Investindo (sekarang Trans Corpora). Setelah diakuisisi, TV7 berganti nama menjadi Trans7, dan tampil dengan identitas baru yang lebih kuat dan modern.

Di bawah kendali Chairul Tanjung, Trans7 mengalami kemajuan pesat dan bahkan menyaingi popularitas Trans TV. Berbagai program hiburan seperti Empat Mata, Opera Van Java, On The Spot, Hitam Putih, hingga Indonesia Lawak Club menjadi tayangan favorit masyarakat Indonesia.

Hingga kini, Trans7 tetap menjadi salah satu stasiun televisi swasta nasional terbesar yang dikenal lewat konten hiburannya yang beragam, meski beberapa kali menuai kontroversi di mata publik.

Kontroversi program “Xpose” memang menimbulkan reaksi keras dari masyarakat, terutama kalangan santri dan ulama. Namun di balik itu, Trans7 tetap menjadi bagian dari jaringan besar CT Corp milik Chairul Tanjung, seorang pengusaha sukses yang membangun kariernya dari bawah hingga menjadi konglomerat papan atas Indonesia.

Dengan sejarah panjang dan perjalanan bisnis yang luar biasa, kisah Trans7 dan sosok Chairul Tanjung menjadi bukti bahwa dunia media di Indonesia tak lepas dari dinamika bisnis, inovasi, dan tanggung jawab sosial di hadapan publik.