Suhu Tembus 37°C di Ngawi, Kapan Panas Ekstrem Usai?

15 - Oct - 2025, 09:51

Ilustrasi cuaca panas. (Foto: Shutterstock)

JATIMTIMES - Cuaca panas ekstrem tengah melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Di Ngawi, Jawa Timur, suhu udara bahkan tercatat mencapai 37°C pada Rabu (15/10/2025). Kondisi ini membuat banyak warga mengeluh gerah dan bertanya-tanya, kapan panas terik ini akan berakhir?

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memastikan cuaca panas masih akan terasa dalam beberapa waktu ke depan. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan fenomena panas ekstrem ini diperkirakan akan mulai mereda pada akhir Oktober hingga awal November 2025, seiring datangnya musim hujan.

Baca Juga : Kunjungi Tahanan Pegiat Literasi, Sastrawan Okky Madasari: Pikiran Kritis Tidak Boleh Dibungkam

“Cuaca panas ekstrem kemungkinan akan mulai mereda akhir Oktober hingga awal November, seiring masuknya musim hujan dan peningkatan tutupan awan,” ujar Dwikorita, dikutip dari laman resmi BMKG, Selasa (14/10/2025). 

Dwikorita menjelaskan, saat ini Indonesia sedang berada pada masa pancaroba, yaitu peralihan dari musim kemarau menuju musim hujan. Kondisi atmosfer pada masa ini cenderung tidak stabil sehingga cuaca berubah-ubah secara cepat.

Selain faktor peralihan musim, cuaca panas juga dipicu oleh pergeseran semu Matahari ke wilayah selatan Indonesia yang menyebabkan pertumbuhan awan hujan berkurang. Akibatnya, sinar Matahari terasa lebih terik dan menyengat. “Minim tutupan awan, sinar Matahari langsung menembus tanpa hambatan,” jelas Dwikorita. 

BMKG juga mencatat adanya peningkatan radiasi Matahari di beberapa wilayah, terutama di daratan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Kondisi ini memperparah sensasi panas yang dirasakan masyarakat. “Radiasi Matahari meningkat, terutama di wilayah daratan seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara,” katanya.

Meski suhu panas masih terasa, BMKG memprediksi curah hujan akan meningkat secara bertahap mulai November 2025 hingga Januari 2026. Peningkatan ini dipengaruhi oleh kemunculan fenomena La Nina lemah, yang membawa dampak hujan lebih sering di sejumlah wilayah. “Terutama di wilayah dengan suhu laut hangat yang bisa memicu peningkatan curah hujan,” ujar Dwikorita.

Baca Juga : Hendak Pasang Banner, Pemilik Warung Terperosok ke Lubang Septic Tank Sedalam 11 Meter

Menurut BMKG, La Nina merupakan fenomena pendinginan suhu muka laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur yang dapat meningkatkan peluang hujan di Indonesia. Fenomena ini terjadi akibat perbedaan tekanan antara Samudra Pasifik dan daratan, yang menyebabkan angin pasat bertiup lebih kencang dan mendorong air laut hangat ke barat menuju Asia dan Australia.

BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap perubahan cuaca ekstrem selama masa peralihan musim. Meskipun panas ekstrem diperkirakan akan berakhir pada akhir Oktober 2025, masyarakat diharapkan tetap menjaga kesehatan, mencukupi cairan tubuh, dan menghindari aktivitas berat di bawah terik Matahari. Semoga informasi ini membantu.