JATIMTIMES - Nyadran merupakan salah satu tradisi yang masih lekat dalam kehidupan masyarakat Jawa. Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta “Sraddha”yang artinya keyakinan.
Tradisi Nyadran merupakan suatu budaya mendoakan leluhur yang sudah meninggal dan seiring berjalannya waktu mengalami proses perkembangan budaya sehingga menjadi adat dan tradisi yang memuat berbagai macam seni budaya. Nyadran dikenal juga dengan nama Ruwahan, karena dilakukan pada bulan Ruwah. Tradisi Nyadran berdasarkan sejarahnya merupakan suatu akulturasi budaya jawa dengan islam.
Seluruh Warga Karangtalun, Kecamatan Karangdowo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah mengadakan Nyadran Makan Leluhur di lingkungan Tempat Pemakaman Umun (TPU) tepatnya di makam Bendronggeni (8/3/2023)
Harsono selaku Ahli Waris, mengatakan Budaya Nyadran merupakan tradisi nenek moyang yang di Islamkan oleh para Wali/Ulama jaman dulu. Dari semula memberi sesajen untuk arwah yang disertai mantra-mantra Jawa diubah dengan do'a/dzikir & tahlil untuk para arwah dan berbagi sedekah (kenduri) untuk sanak-saudara yang masih hidup.
"Nyadran ini sebagai sarana untuk mendoakan leluhur yang sudah meninggal dengan berziarah ke makamnya, dan sebagai sarana silaturahmi dengan sanak-saudara yang masih hidup yang dikubur di tempat pemakaman yang sama," lanjutnya dalam wawancara bersama jatimtimes.com.
Ia juga berharap agar tradisi ini tetap terjaga karena ada banyak kebaikan dan manfaat didalamnya serta memiliki nilai agama yang kuat.