JATIMTIMES - Seorang suami tentunya harus mampu bergaul dan memberikan perhatian kepada istri sebaik-baiknya. Hal ini sebagaimana perintah Allah SWT.
Begitu pun sebaliknya, Allah SWT juga memerintahkan istri untuk taat kepada suami sebaik-baiknya.
Baca Juga : Gagal Berangkat Haji meski Sudah di Pesawat, Baim Wong: Anggaplah demi Menjaga Paula Keguguran
Diolah dari IslamPos, dalam Al-Qur'an Surat An Nisa Ayat 19, Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak," (Surat An-Nisa’ Ayat 19).
Untuk itu, agar seorang suami memberikan perhatian dengan sebaik-baiknya, mereka (suami) hendaknya tidaklah meninggalkan istri dalam waktu yang lama. Sebab, ini termasuk pelanggaran dalam rumah tangga karena telah jelas perintah Allah SWT untuk mempergauli istri dengan baik.
Sementara itu, jika berkaca pada latar belakang, suami yang meninggalkan istri ada dua keadaan. Pertama, meninggalkan keluarga karena udzur. Udzur yang dimaksud bentuknya dapat dalam hal mencari nafkah atau karena kebutuhan lainnya.
Pendapat Madzhab Imam Hambali, dalam kondisi ini, istri tidak berhak menuntut suami untuk segera pulang atau hak melakukan hubungan badan.
Al-Buhuti menjelaskan, "Ketika suami melakukan safar (perjalanan) meninggalkan istrinya karena udzur atau ada hajat, maka hak gilir dan hubungan untuk istri menjadi gugur. Meskipun safarnya lama, karena udzur" (Kasyaf Al-Qana’ 5/192).
Jika dalam hal ini sang istri kemudian keberatan, maka berhak untuk mengajukan cerai. Di sini, suami pun berhak untuk melepaskan istri jika tindakannya dirasa membahayakan istrinya.
Dan dalam Al-Qur'an Surat Al Baqarah 231, Allah SWT berfirman: "Janganlah kamu pertahankan mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka".
Baca Juga : Pejabat Pemkab Malang Siap Ramaikan Konser KLa Project: Bersama Promosikan Pariwisata
Keadaan yang kedua adalah suami meninggalkan keluarga tanpa udzur. Jika hal ini terjadi, maka, istri boleh menurut suami untuk segera kemak pulang. Tentunya, karena hal ini ada hak istri yang harus dipenuhi.
Pendapat para ulama pun kemudian disimpulkan bahwa batas maksimal waktunya adalah enam bulan. Jika lebih dari waktu tersebut, maka sang istri pun berhak untuk melakukan gugatan cerai ke pengadilan agama.
Dalam Kasyaf Al Qamar 5/193, Al-Buhuti mengatakan, "Jika suami safar tidak memiliki udzur yang menghalangi dia untuk pulang, sementara dia pergi selama lebih dari enam bulan, lalu istri menuntut agar suami pulang, maka wajib bagi suami untuk pulang"
Waktu enam bulan ini juga berdasarkan ijtihad amirul mukminin Umar bin Khatab RA. Hadis riwayat Bukhari, dalam satu kesempatan, Umar RA pernah bercerita, "Ketika malam hari Umar berkeliling kota. Tiba-tiba dia mendengar ada seorang wanita kesepian bersyair. Umar menyadari, wanita tersebut kesepian karena ditinggal lama suaminya. Dia bersabar dan tetap menjaga kehormatannya. Umar pun langsung mendatangi Hafshah, putri beliau.
Umar bertanya berapa lama seorang wanita sanggup bersabar untuk tidak kumpul dengan suaminya. Hafshah menjawab, enam atau empat bulan. Kemudian Umar berkomentar, saya tidak akan menahan pasukan lebih dari batas ini (HR Baihaqi).