JATIMTIMES - Satu tahun berlalu, aksi protes terhadap proses hukum Tragedi Kanjuruhan terus berlanjut. Minggu (1/10/2023) malam, massa yang tergabung dari elemen mahasiswa, keluarga korban dan sejumlah masyarakat menggelar aksi di depan Balai Kota Malang.
Massa menilai bahwa proses hukum pada tragedi yang menghilangkan 135 nyawa tak berdosa itu masih jauh dari keadilan. Hal itu disampaikan melalui orasi dari beberapa perwakilan massa aksi.
Baca Juga : Aswaja Sidosermo, Posko Anies Baswedan Berdiri di Kawasan Pesantren Tua Kota Surabaya
Koordinator aksi Abinaga Parawansa mengatakan bahwa aksi tersebut juga dimaksudkan untuk menyatukan suara seluruh warga terkait Tragedi Kanjuruhan. Agar kalimat usut tuntas tak hanya sekadar menjadi tagline dan keadilan nampak secara nyata.
"Dalam hal ini bagaimana masyarakat Malang Raya menyadari bahwa pada sejatinya harus satu dalam proses pengusutan Tragedi Kanjuruhan. Sampai saat ini kita belum tahu jelas keadilan bagi keluarga korban dan masyarakat Malang Raya dan rakyat Indonesia," ujar Abinaga.
Selain itu dirinya juga ingin bahwa kalimat Usut Tuntas tetap berada di urutan teratas sebagai isu yang harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Tujuannya, tentu agar keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia tentang Tragedi Kanjuruhan bisa dirasakan.
"Kita menyuarakan Tragedi Kanjuruhan terus. Parameter dari teman-teman menurut BEM Malang Raya juga, minimal Tragedi Kanjuruhan ditetapkan sebagai pelanggaran HAM (hak asasi manusia) berat," terang Abinaga.
Melalui moment tersebut ia juga berharap agar pada 1 Oktober bisa ditetapkan sebagai hari berkabung dan duka bagi sepak bola nasional. Di mana hal itu agar masyarakat selalu ingat bahwa pada 1 Oktober 2022 terjadi peristiwa kelam di sepakbola nasional.
"Masyarakat bukan di Malang Raya saja tapi di seluruh Indonesia itu terus mengingat Tragedi Kanjuruhan yang sampai hari ini belum tuntas," jelas Abinaga.
Baca Juga : Karhutla Gunung Lawu Meluas, Warung di Hargo Dalem Ludes Dilalap Api
Dalam hal ini, ia juga menilai bahwa negara seakan tidak bertanggung jawab. Tentu hal itu membuat seluruh elemen masyarakat, terutama keluarga korban dan juga korban selamat sangat kecewa terhadap para pemangku kebijakan.
"Kita juga cukup tersayat hati, karena yang memberi lampu hijau juga dari Pemkab Malang sendiri soal pembongkaran Stadion Kanjuruhan," imbuhnya.
Sebagai informasi, pada kesempatan tersebut juga disediakan mimbar bebas. Bagi masyarakat yang mau menyampaikan orasi atau rada kekecewaan atas Tragedi Kanjuruhan. Selain itu, juga ditutup dengan doa bersama dan aksi menyalakan lilin.
"Juga ada doa bersama kemudian kita mengumpulkan surat-surat itu isinya harapan tagline kegiatan ini, yaitu cinta, doa dan harapan untuk satu tahun Tragedi Kanjuruhan," pungkas Abinaga.