JATIMTIMES — Semangat kebangsaan dan keislaman menyatu dalam suasana penuh hikmah di Alun-Alun Kota Blitar, Sabtu (25/10/2025) malam. Ribuan jamaah dari berbagai penjuru tumplek blek mengikuti Resepsi Puncak Festival Santri 2025, sebuah perayaan akbar yang meneguhkan kembali peran santri sebagai penjaga moral, penerus perjuangan, sekaligus penggerak pembangunan bangsa.
Gelaran bertema “Meneguhkan Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia” itu dihadiri sejumlah tokoh nasional dan ulama muda karismatik. Di antara yang hadir, tampak anggota DPR RI Abdul Halim Iskandar (Gus Halim), Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma Rini, serta Wakil Menteri Koperasi RI Farida Farichah.
Dari atas panggung utama, Gus Halim tampil mewakili Menko Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, menyampaikan pesan sarat makna tentang arti kehadiran santri bagi Indonesia.
Menurut Gus Halim, sejarah bangsa mencatat peran besar para santri dan ulama dalam menjaga persatuan nasional. Ia mengingatkan, lahirnya sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, tak lepas dari kebijaksanaan para ulama yang menempatkan nilai spiritual sebagai fondasi negara.
“Kalau tidak ada santri, Indonesia tidak akan ber-Bhinneka Tunggal Ika. Tidak akan punya Pancasila seperti sekarang,” ujarnya, disambut takbir dan tepuk tangan jamaah yang memadati alun-alun.
Ia menuturkan, semula rumusan sila pertama berbunyi panjang, mengandung kalimat “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.” Namun, atas kearifan dan jiwa kebangsaan para santri serta ulama, kalimat itu disederhanakan menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Keputusan itu membuka jalan bagi saudara-saudara kita di Indonesia Timur yang non-muslim untuk bergabung dalam NKRI. Dari sanalah lahir semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang kita junjung sampai hari ini,” katanya.
Bagi Gus Halim, hal itu menjadi bukti sejarah bahwa santri bukan hanya ahli ibadah, tetapi juga penjaga keutuhan bangsa. “Karena itu wajar bila santri punya yel-yel NKRI Harga Mati. Itu bukan sekadar slogan, melainkan hasil perjuangan,” tegasnya.

Malam itu, nuansa religius terasa kental ketika tiga ulama muda, Gus Kautsar, Gus Reza, dan Gus Salam, memimpin Ngaji Bareng. Suara shalawat menggema, berpadu dengan sorot lampu dan semangat ribuan santri yang mengibarkan bendera NU dan merah putih.
Dalam kesempatan itu, Wali Kota Blitar, H. Syauqul Muhibbin yang akrab disapa Mas Ibin, mengungkapkan rasa syukur atas terselenggaranya peringatan Hari Santri Nasional di Kota Blitar. Menurutnya, perayaan ini bukan sekadar seremoni, tetapi momentum untuk memperkuat sinergi antara ulama dan umara dalam membangun kota yang religius, damai, dan berdaya saing.
“Semangat santri adalah semangat pembangunan. Dari sinilah lahir masyarakat yang sejahtera, adil, dan edukatif, sesuai visi Blitar SAE,” ujarnya.
Baca Juga : Santri Surabaya dan Bandung Jadi Juara di Puncak Anugerah Duta Santri Nasional 2025
Mas Ibin menegaskan bahwa Pemkot Blitar berkomitmen menjadikan nilai-nilai pesantren sebagai inspirasi pembangunan. Menurutnya, doa dan keikhlasan para kiai menjadi penopang utama kemajuan daerah. Ia pun berharap agar setiap pembangunan di Kota Blitar selalu mendapat ridho dari Allah SWT.
“Dengan doa para ulama, kerja keras pemerintah, dan partisipasi masyarakat, insyaallah Kota Blitar akan semakin sejahtera lahir dan batin,” tuturnya.
Sementara itu, Anggia Erma Rini mengajak para santri untuk berprestasi dan berperan aktif dalam membangun peradaban. Ia menilai, banyak tokoh nasional yang berasal dari kalangan santri.
“Mas Wali Kota ini santri, saya santri, dan Bu Wamen juga santri. Maka, santri harus percaya diri, harus punya prestasi,” ujarnya singkat namun penuh dorongan.

Puncak acara semakin hangat saat Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin, menerima penghargaan sebagai Tokoh Muda Nahdliyin Inspiratif 2025 dari Ketua FJN, Didi Rosadi. Penghargaan ini menjadi bentuk apresiasi atas kiprahnya mengangkat nilai-nilai santri dalam kebijakan pembangunan daerah.
Festival Santri 2025 menegaskan bahwa membangun bangsa bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga tentang menumbuhkan peradaban. Di Kota Blitar, pembangunan itu dimulai dari hati, dari doa, dari ngaji, dan dari santri yang menyalakan cahaya ilmu di bumi Proklamator.
