JATIMTIMES - Meningkatnya kasus kekerasan yang menimpa dan melibatkan perempuan dan anak menjadi perhatian serius di Kota Batu. Pemkot dan DPRD tangah menggodok rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) sebagai payung hukum atas masalah tersebut.
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Batu mendata, korban dan kasus kekerasan perempuan dan anak terus meningkat. Sejak tahun 2020 sudah ada 15 kasus dengan 15 korban. Kemudian melonjak drastis pada tahun 2021 ada 55 kasus dengan 55 korban.
Baca Juga : Marissa Anita Buka Suara Usai Gugat Cerai Andrew Trigg, Mohon Doa di Tengah Masa Sulit
Disusul tahun 2022 ada 32 kasus dengan 24 korban. Kemudian, pada tahun 2023 terdata sebanyak 65 kasus dengan 33 korban, tahun 2024 ada 84 kasus dengan 41 korban. Terakhir, tahun ini juga sudah terdata sebanyak 51 kasus dengan 20 korban per bulan Oktober lalu.
Wali Kota Batu Nurochman menegaskan, perlindungan bagi perempuan dan anak harus ditegakkan. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
"Pemerintah bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, dan menjamin hak asasi manusia dari setiap warga negara termasuk perempuan dan anak," ungkapnya saat ditemui pasca Rapat Paripurna, belum lama ini.
Upaya mencegah segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak dilakukan dari pelindungan dan pelayanan korban kekerasan, dan memberikan rasa aman terhadap perempuan dan anak korban kekerasan.
"Potensi tindak kekerasan tidak hanya terjadi di ruang publik, bahkan juga di ruang privat," nilainya.
Pria yang akrab disapa Cak Nur itu menyebut, korban dapat mengalami trauma yang berkepanjangan. Untuk mencegah kekerasan terhadap anak, diperlukan kewajiban bersama dari orang tua, keluarga, masyarakat, dan sektor swasta secara holistik.
Baca Juga : Komisi III DPRD Blitar Mediasi Warga Ponggok dan Siraman untuk Percepat Penyelesaian Masalah Pertanahan
Upaya ini mencakup rehabilitasi sosial bagi anak korban kekerasan, reunifikasi dengan keluarga atau lingkungan, dan peningkatan pemberdayaan anak.
Sejauh ini, payung hukum perlindungan perempuan dan anak sudah tertuang dalam Perda Kota Batu Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Akan tetapi dalam praktiknya, perda tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Maka, dirinya menilai perlu ada pembaharuan produk hukum tersebut.
Raperda baru dirancang dengan beberapa tujuan utama. Di antaranya, menjamin pemenuhan hak-hak perempuan dan anak sesuai peraturan perundang-undangan, mencegah dan melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan.
"Kami ingin menciptakan kepastian hukum dan sistem perlindungan yang lebih efektif menekan kasus dan korban," tandas Cak Nur.
